Mengukur
kualitas sebuah layanan TI dapat dimulai dengan menandatangani perjanjian
kualitas layanan TI atau yang lebih dikenal dengan Service Level Agreement (SLA).
Karyawan
yang bekerja di sebuah perusahaan sebagai pekerja TI, tentunya istilah SLA
bukan lagi merupakan hal yang asing untuk didengar. Pada kebanyakan kasus, SLA
bukan lagi menjadi sebuah istilah belaka, bahkan telah menjadi sebuah aspek
kinerja operasi departemen TI.
Namun dalam
beberapa kasus atau beberapa perusahaan, SLA belum diterapkan dalam
koridor-koridor yang benar. Istilah SLA masih sering disalahartikan dengan
sebuah istilah lain, yaitu Service Level
Target (SLT) atau Service Level
Objective (SLO).
Salah satu
hal yang paling sering disalahartikan, misalnya target availibility sebuah aplikasi bisnis. Misalnya, di dalam sebuah
departemen/divisi TI ditargetkan dalam setahun nilai target availibility sebuah aplikasi bisnis
adalah 95%, kemudian dalam banyak diskusi internal perusahaan baik
interndepartemen maupun antardepartemen, sering disebu-sebut bahwa SLA aplikasi
tersebut adalah nilai availibility
sebesar 95%. Namun ketika ditelaah kembali, tidak ada satupun SLA formal yang
menyatakan nilai ini. Yang ada hanyalah laporan kinerja departemen/divisi TI
per bulan maupun per tahun, dan laporan ini pun tetap menjadi laporan internal
departemen/divisi TI terebut.
Padahal tidaklah demikian. Berdasarkan buku Service Design ITIL versi 3, SLA didefinisikan sebagai berikut:
Padahal tidaklah demikian. Berdasarkan buku Service Design ITIL versi 3, SLA didefinisikan sebagai berikut:
"An agreement between an IT Service Provider and
a Customer. The SLA describes the IT Service, documents Service Level Targets,
and specifies the responsibility of the IT Service Provider and the Customer. A
single SLA may cover multiple IT Services or multiple customers.”
- Dari definisi tersebut dapat kita simpulkan beberapa aspek pengertian, yaitu:SLA adalah sebuah perjanjian, yang tentunya harus tertulis dan formal, antara penyedia layanan TI dan satu atau lebih pengguna layanan.
- SLA secara minimal harus berisi, deskripsi dari layanan TI, nilai-nilai Service Level Target yang disepakati serta menjelaskan dengan terperinci hak serta tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat, yaitu penyedia dan pengguna layanan TI.
Dari
definisi diatas, tentunya memiliki nilai target availibility aplikasi bisnis saja belum bisa dikatakan bahwa telah
ada SLA antara penyedia dan pengguna layanan TI. Nilai tersebut semata-mata
hanyalah nilai Service Level Targe (SLT) yang menjadi bagian dari sebuah
dokumen formal dengan sebutan Service
Level Agreement (SLA). Maksud dari formal disini adalah bahwa SLA haruslah
menjadi semacam dokumen kontrak antara penyedia dan pengguna layanan TI dalam
jangka waktu layanan yang sudah tertentu, misalnya dalam satu tahun anggaran
kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar